“Dalam doa malamku, kau menjelma denyut
jantungku, yang dengan sabar bersitahan dengan rasa sakit yang entah batasnya.”
– Sapardi Djoko Damono
Kau tahu?
Di sepertiga malam, aku menangis. Entah apa penyebabnya, aku hanya merasa
sakit, perih, disebabkan karena luka yang belum sembuh. Entah mengapa rasa
sakit ini tiada batasnya, entah sampai kapan aku akan mengingat semua ini. Apa kau
pernah merasakan yang aku rasa? Coba ku tanya lagi, apa kau pernah berada di
posisi ketika tak ada satu orang pun yang mengertimu, hingga akhirnya jiwamu
lelah pun ragamu. Apa kamu juga pernah merasakan merindukan seorang yang entah
merindukanmu juga atau merindukan sosok yang lain, dan parahnya kamu tidak bisa
berbuat apapun untuk membayar rasa rindumu itu. Apa kau pernah merasakan
semenyakitkan ini, menangis sampai tak bersuara, berusaha menahan luka dalam
hatimu.
Aku lelah,
aku benci, aku marah; namun tak ada yang mendengarku, tak ada yang mengertiku,
aku kecewa. Katakan padaku, apa yang harus aku lakukan? Aku hanya butuh
didengar, aku butuh untuk dimengerti, aku butuh untuk diperhatikan karena
selama ini aku selalu mendengar, mengerti, dan memperhatikan. Seolah-olah di
dunia ini tak ada yang mau mengertiku.
Dalam posisi
ini, aku merasa adanya ketidakadilan dalam hidup ini, meskipun begitu aku tahu
bahwa dalam ketidakadilan itu tersembunyi keadilan. Jangan kau tanya maksudnya
apa, renungkan saja sampai kau mengerti.
Aku lelah,
lelah sekali, sampai kapan aku harus menunggu. Aku sudah sangat sabar menunggu
sangat lama, lantas kapankah waktu itu akan tiba? Aku lelah, amat sangat, namun
aku masih belum menyerah.
Aku muak,
aku benci, aku bosan; bebaskan aku, aku ingin terbang ke negeri yang belum ku
pijaki. Aku ingin berkelana, bertemu teman baru, memperolah pengetahuan baru,
mengenal budaya baru.
Aku pusing,
sangat; jangan tekan aku... biarkan aku terbang jauh, bebas, menembus batas...
No comments:
Post a Comment