Sunday, March 10, 2019

Surat untuk Februari

“Sampai huruf terakhir sajakku, kaulah yang harus bertanggung jawab atas air mataku.”- Sapardi Djoko Damono
Pada saat terakhir pertemuan kita beberapa bulan yang lalu, kau berkata padaku,”jangan menangis lagi ya!”
Aku hanya mengiyakan dan kata-katamu itu seperti memberiku kekuatan karena aku percaya kata-kata seperti sihir, ketika kita sedang down maka kata-kata yang bernada positif seoalah memberikan kekuatan dan menjadikan semangat lagi.
Beberapa waktu setelah itu hingga detik ini, kau tak hadir lagi. Aku bingung sendiri apa salahku atau apa penyebab kau mendiamkanku lagi. Ya lagi, karena ini bukan yang pertama kalinya kau bersikap seperti ini.
Tahukah kamu, aku yang memang gampang sekali menangis merasa kuat ketika kau menasihatiku untuk jangan mudah menangis lagi. namun kini, kau tahu? Kaulah penyebab dari butiran bening mengalir di dua belah pipiku.
Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu datang lagi atau hanya sekadar menyapa “hi” untuk menebus segala rindu yang semakin menggebu.
Aku harus bagaimana? Jika aku terus berdiam diri aku akan terus terbunuh oleh rindu, oleh dirimu yang tetap mendiamkanku. Tetapi jika aku menghubungimu tetap saja kau akan mendiamkanku.
Datanglah, jelaskanlah mengapa ini terjadi lagi? jangan biarkan aku menerka-nerka sendiri. Jika memang aku salah, maka katakan saja. Asal kau tahu tidak enak berada di posisiku, atau bisakah kita bertukar posisi? Agar tidak ada kesalahpahaman lagi?
Aku terus berpikir positif untuk terus bersabar menunggumu karena kupercaya akan ada waktu untuk segala sesuatu.

Baca Selengkapnya