Saturday, October 6, 2018

Surat untuk Oktober


Cara mencintai kau yang paling aku suka: kau tidak mencintaiku.
Ada lebih banyak perihal penting untuk tidak kukejar dan kukerjakan.
Tinggal atau tinggalkan rumah. Jalan jauh dan jatuh hati—dan lari dari segala yang mesti dan pasti.
Setiap hari dan aku menjadi
sendiri.
Seperti daun lepas dari dahan menimpa bayangan sendiri di permukaan air.
Aku juga mencintai diriku—tetapi siapa aku?
(Penggalan puisi dalam Sebelum Sendiri karya M Aan Mansyur)
Penggalan puisi tersebut merepresentasikan apa yang sedang kurasakan saat ini.
Padamu, jiwa yang kucinta dan kumengerti, namun belum juga mengerti...
Aku lebih memilih menangis dari pada aku langsung membalas pesanmu. Entah kamu sekarang sedang memikirkanku yang tidak langsung membalas pesanmu atau malah kau tidak peduli sama sekali. Yang jelas saat ini butiran bening halus masih mengalir di dua belah pipiku, tetapi tentu saja aku menangis di kamar, sendirian, seperti kamu yang memintaku untuk jangan mudah menangis kecuali ketika sedang sendirian di kamar.
Aku masih bertanya-tanya mengapa saat aku mengutarakan perasaanku yang sedang merindukanmu tetapi kau menanggapinya seolah itu adalah sebuah candaan (dengan emotikan tertawa terbahak yang kau kirim).
Aku hanya heran, apakah aku tidak boleh merindukanmu? Bukankah rindu adalah perasaan yang wajar? Mengapa kau menanggapinya dengan begitu?
Aku bertanya-tanya, saat membalas pesanku sebenarnya bagaimana perasaanmu? Apakah sama dengan emotikon yang kamu kirimkan? Ataukah kau hanya berpura-pura tegar?
Aku masih belum mengerti sebenarnya apa yang terjadi padamu? Mengapa kau mengabaikanku? Apakah aku sekarang tidak berarti lagi? Lalu, apa makna dari ucapanmu yang dulu?
Aku sangat rindu, aku rindu dirimu yang dulu...
Tentu saja aku memikirkan diriku sendiri, aku peduli dengan pendidikanku. Namun, apakah aku juga tidak boleh memedulikanmu disamping aku yang memedulikan kehidupanku? Apakah aku tidak boleh memiliki perasaan padamu?
Aku adalah bukan benda. Aku manusia biasa...
Kembalilah, jangan berpura-pura tak peduli.
Kembalilah, tidakkah kau rindu?
Kembalilah, kembalilah jiwa yang kucinta.
Kembalilah, jiwamu yang dulu.
Kembalilah, aku rindu...


Baca Selengkapnya

Surat untuk September

September ceria, september penuh cerita, aku bersyukur atas segala nikmat yang telah Tuhan berikan kepadaku di bulan kelahiranku.
Aku bersyukur telah dilahirkan ke dunia oleh seorang wanita yang hebat yang darinya aku belajar kesabaran, perjuangan, kebaikan, dan banyak hal.
Aku bersyukur karena aku telah sampai di titik ini, tetapi aku tidak berpuas diri aku tetap harus melakukan yang terbaik di hari-hariku.
Aku bersyukur karena aku dikelilingi oleh orang-orang baik yang dari mereka aku belajar banyak hal.
Aku bahagia karena aku sadar bahwa aku dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangiku.
Beban yang berat terasa ringan karena aku menyadari bahwa banyak orang yang mendukungku.
Isak tangis yang selalu mewarnai malam-malamku akan berganti dengan senyum bahagia.
Aku akan menyusun rencana baru, visi misi baru, tujuan hidup yang baru. Ya, aku harus berharapan baik pada Tuhan.
Aku akan melangkah dengan semangat baru, harapan yang baru, dan mimpi yang baru.
Aku akan membanggakan orang-orang yang kusayangi, aku harus bisa!
Aku akan berjalan dengan keberanian melangkah menuju kesuksesanku!
Dan satu hal yang harus aku ingat bahwa aku tidak boleh dan tidak akan menyerah!
Doakan aku selalu...


Baca Selengkapnya