Thursday, September 3, 2020

Surat untuk September

Ketika aku merindumu, kamu merindunya.

Ketika aku ingin bertemu denganmu, kamu ingin dengannya.

Ketika aku ingin memiliki waktu bersamamu, kamu ingin bersamanya.

Setiap kali kamu datang padaku, selalu ada rasa senang sekaligus takut. Ya, aku senang karena kamu datang lagi, namun aku juga takut kamu pergi lagi. 

Bukankah itu siklus kehidupan? Atau itu siklus rasa yang tak abadi?

Entahlah, yang aku tahu pasti bahwa aku ingin kamu menetap.

Aku tahu, terselip keraguan pada pertanyaan yang kau utarakan. Apakah kau sebegitu ingin tahunya alasan di balik rasa ini? Bukankah tidak semua hal selalu mempunyai alasan? Ya, tentu semua ada prosesnya.

Setiap teringat hal itu selalu tersemat rasa takut, pada hal-hal yang belum pasti, pada rasa yang tak abadi, pada janji yang mungkin tak bisa ditepati, pada kepastian yang tidak pasti.

Pada hari esok, lusa, dan hari jauh di masa depan, akankah aku selalu merasa aman?

Tentang ketidaksempurnaan, bukankah kita semua tidak sempurna? Mengapa tak saling melengkapi?

Jangan mencari yang sempurna baru kamu bahagia, tetapi terimalah ketidaksempurnaan itu baru kamu bisa bahagia.

Tentang kebahagiaan, mengapa selalu menanyakan hal ini? Bagaimana kamu mendefinisikannya?

Aku, sederhana saja, ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu lainnya terbuka. Namun, seringkali kita terlalu lama melihat pintu yang tertutup itu sehingga kita tidak bisa melihat pintu yang terbuka bagi kita.

Maka lihatlah lebih dekat, sadarilah, mengertilah, dan bersyukurlah.

Baca Selengkapnya