November, tahun pertama yang ku rasa sudah tiga tahun kita bersama
Ku kira hanya untukku dirimu. Ternyata
kau terbagi ke segala penjuru, sporadis memberikan angin surga bagi kawanan
pemangsa.
Masih kurangkah telinga ini mendengar
keluh kesahmu? Belum cukupkah waktuku membalas segala aduanmu? Jika aku yang
merasa menenangkanmu, lantas mengapa dia yang menenangkanmu? Siapa gerangan
dirinya? Dari mana datangnya? Mengapa aku tidak melihatnya datang? Tampaknya,
kau terlalu rapi menyembunyikan musuhku didalam selimutmu (siapapun yang
berusaha merenggutmu akan kuanggap musuhku). Jadi selama ini, saat aku
berharap, mungkin saja kau dan dirinya sedang bermalam mingguan. Saat aku
terbuai, mungkin saja kalian sedang bergandengan tangan. Saat aku hendak
membantu masalah-masalahmu, sudah ada dirinya. Bravo. Luar biasa.
Dan kalah sebelum berperang adalah
perasaan yang sangat menyebalkan.
Hari ini mau tak mau harus kembali lagi
ku pakai topeng senyumku. Ku simpan lagi perasaanku rapat-rapat.
“selamat”, kataku.
Padahal, bara membakar hati. Sembari
hangus, aku terus mengutuk diri sendiri. Wahai kau yang berjubah api, puaskah
kau menjadikanku arang? sebenar-benarnya cemburu yang menyakitkan adalah cemburu
pada seseorang yang tidak peduli pada perasaan kita. Namun, ini bukan salahmu,
sungguh. Memang aku saja yang tidak berani untuk menjabarkan apa yang
sepatutnya kau ketehaui. Selamat, ulangku dengan penuh kemunafikan. Padahal
diam-diam ku doakan semoga dia mati saja.
Kau tersenyum, matamu berbinar. Entah
lugu atau pura-pura tak mengerti mengenai apa yang ku pendam. Dan aku yang
bodoh ini terkunci rapat-rapat dalam labirinmu; tak tahu jalan keluar.
Secara terselubung, kususupi
hari-harimu dengan pengharapan. Secercah harapan mampu hadir bahkan di ruangan
tergelap. Tenang saja, kau takkan kehilangan segala perhatianku. Aku hanya
menyembunyikannya lebih rapih lagi.
Yaaa aku mengalah. Aku mengalah karena
aku percaya, kalau kau memang untukku, sejauh apapun kakimu membawamu lari,
jalan yang kau tempuh hanya akan membawamu kembali padaku.
Sekuat-kuat
seseorang memendam, akan kalah oleh orang yang menyatakan.
Sehebat-hebatnya
seseorang menunggu, akan kalah oleh orang yang menunjukkan.
Dalam Garis waktu – Fiersa Besari
No comments:
Post a Comment