Thursday, February 9, 2017

Ketika Ku Kira Aku Istimewa

November, tahun pertama yang ku rasa sudah tiga tahun kita bersama

Ku kira hanya untukku dirimu. Ternyata kau terbagi ke segala penjuru, sporadis memberikan angin surga bagi kawanan pemangsa.
Masih kurangkah telinga ini mendengar keluh kesahmu? Belum cukupkah waktuku membalas segala aduanmu? Jika aku yang merasa menenangkanmu, lantas mengapa dia yang menenangkanmu? Siapa gerangan dirinya? Dari mana datangnya? Mengapa aku tidak melihatnya datang? Tampaknya, kau terlalu rapi menyembunyikan musuhku didalam selimutmu (siapapun yang berusaha merenggutmu akan kuanggap musuhku). Jadi selama ini, saat aku berharap, mungkin saja kau dan dirinya sedang bermalam mingguan. Saat aku terbuai, mungkin saja kalian sedang bergandengan tangan. Saat aku hendak membantu masalah-masalahmu, sudah ada dirinya. Bravo. Luar biasa.
Dan kalah sebelum berperang adalah perasaan yang sangat menyebalkan.
Hari ini mau tak mau harus kembali lagi ku pakai topeng senyumku. Ku simpan lagi perasaanku rapat-rapat.
“selamat”, kataku.
Padahal, bara membakar hati. Sembari hangus, aku terus mengutuk diri sendiri. Wahai kau yang berjubah api, puaskah kau menjadikanku arang? sebenar-benarnya cemburu yang menyakitkan adalah cemburu pada seseorang yang tidak peduli pada perasaan kita. Namun, ini bukan salahmu, sungguh. Memang aku saja yang tidak berani untuk menjabarkan apa yang sepatutnya kau ketehaui. Selamat, ulangku dengan penuh kemunafikan. Padahal diam-diam ku doakan semoga dia mati saja.
Kau tersenyum, matamu berbinar. Entah lugu atau pura-pura tak mengerti mengenai apa yang ku pendam. Dan aku yang bodoh ini terkunci rapat-rapat dalam labirinmu; tak tahu jalan keluar.
Secara terselubung, kususupi hari-harimu dengan pengharapan. Secercah harapan mampu hadir bahkan di ruangan tergelap. Tenang saja, kau takkan kehilangan segala perhatianku. Aku hanya menyembunyikannya lebih rapih lagi.
Yaaa aku mengalah. Aku mengalah karena aku percaya, kalau kau memang untukku, sejauh apapun kakimu membawamu lari, jalan yang kau tempuh hanya akan membawamu kembali padaku.

Sekuat-kuat seseorang memendam, akan kalah oleh orang yang menyatakan.
Sehebat-hebatnya seseorang menunggu, akan kalah oleh orang yang menunjukkan.

Dalam Garis waktu – Fiersa Besari


No comments:

Post a Comment