Sunday, December 27, 2015

You Belong With Me




You Belong With Me
Matahari senja begitu indah, kupandangi bias cahayanya sambil duduk di bawah pohon pinus dengan kamu yang ada disampingku. Aku ingat, begitu sering kita melewati saat-saat seperti ini, kita selalu bahagia jika kita memandang langit sore yang elok sambil menunggu senja duduk berdua dan mendengarkan suara kicauan burung gereja yang bertengger diatas ranting. Sore itu selalu indah jika bersamamu dan ditambah lagi dengan pewarnaan senja yang begitu menawan, sungguh anugerah Tuhan yang sempurna.
Kupandangi wajahmu dari arah samping, wajah yang teduhkan hati ini yang selama dua tahun ini menghiasi hatiku dan mewarnai hari-hariku, tahukah kamu aku selalu mengagumi indahnya pewarnaan dirimu.
“Bolehkah jika aku membenci seseorang?” tanyaku memecah keheningan.
“hhmmm…kalau menurut ajaran agama sih jelas ngga boleh tapi kalau diluar konteks agama, umm…pada dasarnya rasa benci itu ketika kita melihat atau bertemu seseorang yang kita benci, namun lama-lama juga akan terlupakan.” Jawabmu lugas, aku tersentak mendengar penuturanmu. Tahu kah kamu aku ingin menceritakan sumber dari rasa benci ini, rasa benci pada seseorang yang entahlah timbul begitu saja ketika ku mengetahui bahwa orang itu menyukaimu. Damn! Aku tak ingin dia menyukai atau ingin merebut apa yang hatiku miliki, tak akan kubiarkan. Tahukah kau kasih, hati ini seperti teriris ketika ku tahu bahwa temanku menyukaimu, kamu kekasihku meskipun ku tahu hatimu dan kamu hanya tercipta untukku, setidaknya aku pandai meyakinkan hatiku bahwa kamu hanya untukku, bukan untuknya bukan untuk mereka, you belong with me baby. Hasrat ku ingin menceritakan padamu namun rasanya sangat sesak, susah sekali untuk mengutarakan padamu bahwa aku tak ingin kehilanganmu, bahwa aku tersiksa ketika ku berada jauh dari jangkauanmu, bahwa hatiku ingin selalu dekat denganmu, bagaimana bisa aku mengutarakan padamu bahwa ada seseorang yang diam-diam mengagumimu dan menginginkanmu, tapi bukan aku sayang! Butiran kristal bening ini tiba-tiba saja meluncur deras di dua belah pipiku, aku terisak.
“Hey kamu kenapa, apa yang terjadi?” ku dengar kamu bertanya, nada suaramu terdengar khawatir.
“aku hanya takut, takut kamu menjauh dariku.” Jawabku singkat namun sanggup membungkam mulutmu. Sejurus kemudian kau mendekap hangat tubuhku, membiarkan aku bertumpu didada bidangmu, ku rasakan detak jantungmu begitu cepat, aku masih terisak, harusnya tadi aku tak usah mengakuinya. Setelah beberapa menit, kamu melepaskan rengkuhan ini lalu kau memandangi wajahku, tatapanmu begitu teduh menghujam jantungku, aku tersipu! Sepersekian detik kemudian kau mengacak rambutku yang tergerai dan tertata rapi.
“hahaha kamu ngomong apa sih, aku masih disini, aku ngga akan jauh dari kamu!” aku mendengus kesal sambil membenarkan tatanan rambutku yang tadi kamu mengacaknya ketika kau menuturkan kata-kata itu, hey tahukah sayang aku sungguh-sungguh berkata seperti itu tapi kau anggap aku hanya bercanda, tidak!
“aku serius, aku takut.” Ujarku jujur, kudengar tawamu mulai lenyap begitu saja, kau menatapku dan tatapan itu begitu teduh, aku menyukai tatapan teduh itu, mata indah itu, mata yang dengannya aku bisa melihat kesungguhan dari setiap ucapan yang kamu lontarkan, mata indah itu yang selalu memancarkan cahaya cinta, mata indah yang dengannya selalu kau ceritakan keindahan dunia padaku saat aku tak ingin bergantung dengan benda menyebalkan bernama kacamata,  matamu mataku juga.
“hey sebenarnya apa yang terjadi, ceritakan padaku!” gelagatku sepertinya membuatmu curiga padaku, adakah kau merasa bahwa aku tak sedang baik-baik saja?
“jika ada seseorang yang lebih mencintaimu daripada aku, apakah kamu akan pergi dariku?”
“tidak!”
“meskipun seseorang itu menawarkan keindahan cinta padamu.”
“tidak.”
“Meskipun dia lebih cemerlang dariku.”
“tidak”
“meskipun dia sangat mengagumi dan menyayangimu.”
“tidak, tidak akan! Tidak akan pernah ada yang bisa menggantikanmu dihatiku!” kamu sedikit berteriak ketika ku menghujammu beberapa pertanyaan yang mungkin membuatmu heran.
“meskipun…” aku terisak
“cukup…!”
“meskipun dia temanku yang sedari dulu menyukaimu sebelum ku mengenal dan dekat denganmu?” air mata ini sudah tak bisa kutahan lagi, aku tak bisa menyembunyikan ini semua, dada ini terasa sesak namun kulihat kamu diam terpaku ketika ku melontarkan kata-kata terakhir itu. Kemudian kau membangunkan tubuh ini, kau rengkuh tubuh lemahku, lalu kau bisikkan kata-kata yang sedikit membuat hatiku tenang, “Tidak, tidak peduli. Hatiku sudah dimiliki wanita yang membuat hari-hariku berwarna, wanita yang sanggup membuatku merasa hebat, wanita yang sanggup membuatku tahu arti hidup, wanita yang mengajariku untuk bisa melihat hal-hal kecil dan yang paling penting wanita itu telah mengajariku arti cinta yang sebenarnya dan kau tahu yang membuatku lebih bahagia lagi yaitu wanita itu kamu, Cuma kamu.”
“tapi aku membenci dia yang selalu ingin tahu semua tentang kamu, aku benci dia yang selalu mengikuti gayaku, aku benci dia yang dibelakangku dia mencoba untuk mencari cara bagaimana aku lepas denganmu, dia terlalu menyayangimu.”
“harusnya kamu bisa membuat dia menyerah akan usahanya untuk merebut aku dari kamu.”
“bagaimana caranya, aku tak sanggup melukai hatinya, dia temanku bahkan dia temanmu juga, dia berteman lebih dulu denganmu sejak aku belum mengenalmu.”
“kau tunjukan saja pada dia bahwa kekuatan cinta aku dan kamu jika disatukan akan menghasilkan kekuatan yang bisa menghancurkan mimpi-mimpi dia yang ingin merebut aku dari kamu.”
“bantu aku…”
“pasti, aku akan membantumu.” Kami terdiam untuk beberapa saat, keheningan mulai tercipta lagi namun aku yakin kita sedang berbicara dari hati kehati, hati ini sangat nyaman ketika kau mengerti aku, ketika ku melihat kesungguhan hatimu mencintaiku, ketika ku melihat sikap dewasamu. Bersama dengan senja yang pergi menyusul sang malam ke peraduannya, kita iringi kepergian senja dengan kisah yang membuat kekuatan cinta kita akan lebih kuat lebih dari sebelumnya, kita tutup kisah ini dengan sosok senja yang begitu indah.
The End

No comments:

Post a Comment