“Sampai huruf terakhir sajakku, kaulah
yang harus bertanggung jawab atas air mataku.”- Sapardi Djoko Damono
Pada saat terakhir pertemuan kita
beberapa bulan yang lalu, kau berkata padaku,”jangan menangis lagi ya!”
Aku hanya mengiyakan dan kata-katamu
itu seperti memberiku kekuatan karena aku percaya kata-kata seperti sihir,
ketika kita sedang down maka
kata-kata yang bernada positif seoalah memberikan kekuatan dan menjadikan
semangat lagi.
Beberapa waktu setelah itu hingga detik
ini, kau tak hadir lagi. Aku bingung sendiri apa salahku atau apa penyebab kau
mendiamkanku lagi. Ya lagi, karena ini bukan yang pertama kalinya kau bersikap
seperti ini.
Tahukah kamu, aku yang memang gampang
sekali menangis merasa kuat ketika kau menasihatiku untuk jangan mudah menangis
lagi. namun kini, kau tahu? Kaulah penyebab dari butiran bening mengalir di dua
belah pipiku.
Apa yang harus aku lakukan untuk
membuatmu datang lagi atau hanya sekadar menyapa “hi” untuk menebus segala
rindu yang semakin menggebu.
Aku harus bagaimana? Jika aku terus
berdiam diri aku akan terus terbunuh oleh rindu, oleh dirimu yang tetap
mendiamkanku. Tetapi jika aku menghubungimu tetap saja kau akan mendiamkanku.
Datanglah, jelaskanlah mengapa ini
terjadi lagi? jangan biarkan aku menerka-nerka sendiri. Jika memang aku salah,
maka katakan saja. Asal kau tahu tidak enak berada di posisiku, atau bisakah
kita bertukar posisi? Agar tidak ada kesalahpahaman lagi?
Aku terus berpikir positif untuk terus
bersabar menunggumu karena kupercaya akan ada waktu untuk segala sesuatu.