Wednesday, July 24, 2019

Surat untuk Juni

“Tidak peduli sejauh apa kau melangkah, pada akhirnya rumah adalah tempatmu kembali.”
Ya benar sekali, dan aku benar-benar meresapi kutipan tersebut setelah sekian lama aku pulang pergi dari rantau ke rumah.
Selama ini, bagiku pulang hanyalah rutinitas saat liburan semester telah tiba dan aku akan menyambutnya dengan suka cita.
Tapi semuanya berubah, pada liburan ini berbeda dari liburan sebelum-sebelumnya.
Aku dilanda sakit yang cukup parah sampai harus dibawa ke rumah sakit. Dalam keadaan sakit itu aku harus pulang ke rumah dan membuat keluargaku cemas. Aku selama ini tak banyak bercerita tentang keadaanku, ya karena selama ini aku baik-baik saja.
Ibu selalu menasehati agar aku selalu sabar, karena bagaimana pun sakit adalah ujian. Pinjami aku hatimu agar aku bisa sesabar engkau, bu.
Dari ibu aku melihat ketulusan dan kesabaran yang terpancar.
Dengan sabar, beliau merawatku yang sedang sakit.
Ketika aku menangis, meski bukan karena sedih, beliau selalu menguatkanku tetapi sesungguhnya aku tahu bahwa beliau tidak sanggup menahan tangisnya.
Bagiku, beliau seperti malaikat. Oh Tuhan, kelak tolong balas beliau dengan surga-Mu.
Tetapi semuanya tidak berlangsung lama, hanya tiga minggu saja, aku harus kembali ke rantau lagi.
Ya, aku mengerti, tiga minggu adalah waktu yang singkat. Belum cukup mengobati luka-luka rindu berbulan-bulan tak bertemu. Belum cukup juga mengobati luka fisik ini.
Tapi aku harus kembali merakit mimpi, aku tidak boleh lemah, tidak boleh menyerah, masa depan yang cerah harus kuraih.

Terima kasih, keluarga adalah segalanya. 

No comments:

Post a Comment